BADAN ARBITRASE MUAMALAT INDONESIA



BADAN ARBITRASE MUAMALAT INDONESIA (BAMUI)

Badan Arbitrase Muamalat Indonesia(BAMUI) berdiri  pada tanggal 05 Jumadil Awal 1414 H bertepatan dengan tanggal 21 Oktober tahun 1993 M,yang dirakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Didirikan dalam bentuk badan hukum yayasan, sebagaimana dikukuhkan dalam akte notaris Yudo Paripurno,SH. Nomor 175 tanggal 21 Oktober 1993.
Dalam rekomendasi Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) MUI, tanggal 23-26 Desember 2002, menegaskan bahwa BAMUI adalah lembaga hukum arbitase syari’ah satu-satunya di Indonesia dan merupakan perangkat organisasi MUI. Kemudian sesuai dengan hasil pertemuan antara Dewan Pimpinan MUI dengan Pengurus BAMUI tanggal 26 Agustus 2003 serta memperhatikan isi surat Pengurus BAMUI No.82/BAMUI/07/X/2003, tanggal 07 Oktobe 2003, Maka MUI dengan Sk-nya  no.Kep-09/MUI/XII/2003, pada tanggal 24 Desember 1993 menetapkan:
1.   Mengubah nama Badan Arbitras Mu’amalat Indonesia (BAMUI) menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).
2.  Mengubah bentuk badan BAMUI dari yayasan menjadi badan yang berada dibawah MUI dan merupakan perangkat organisasi.
3.  Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai lembaga hakam, BASYARNAS bersifat otonom dan independen.
4.  Mengangkat pengurus Basyarnas.
Dengan lahirnya sistem bagi hasil ini terbuka peluang lahirnya bank muamalat Indonesia yang dalam operasionalnya menggunakan hukum islam. Dari peristiwa di atas merupakan tonggak sejarah yang sangat penting dalam kerhidupan umat islam khususnya  perkembangan hukum nasional umumnya. Selama ini peranan hukum islam terbatas hanya pada bidang keluarga saja tetapi pada tahun 1992 peranan hukum islam telah memasuki dunia hukum ekonomi, diterapkannya hukum islam membawa sejarah penting lahirnya Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI). Lahirnya Badan Arbitrase ini sangat tepat karena melalui badan arbitrase tersebut sangketa-sangketa bisnis yang operasionalnya hukum islam dapat diselesaikan menggunakan hukum islam juga.

Tujuan Berdirinya dan Ruang Lingkup BASYARNAS
Adapun tujuan didirinya dan ruang lingkup Basyarnas (BAMUI) berdasarkan isi dari pasal 4 Anggaran Dasar yayasan arbitrase Muamalah Indonesia adalah sebagai berikut :
1.   Memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sangketa-sangketa muamalah / perdata yang timbul dalam perdagangan , industry, keuangan, jasa dan lain-lain.
2.  Menerima permintaan yang diajukan oleh pihak yang bersengketa dalam suatu perjanjian,ataun tampa adanya suatu sangketa untuk memberikan sutu pendapat yang mengikat mengenai suatu persoalan berkenaan dengan perjanjian tersebut.
3.  Adanya BASYARNAS sebagai suatu lembaga permanen, berfungsi untuk menyelesaikan kemungkianan terjadinya sengketa perdata di antara bank-bank syari’ah dengan para nasabahnya atau para pengguna jasa mereka pada khususunya dan antara sesama umat islam yang melakukan hubungan-hubungan keperdataan yang menjadikan syari’ah islam sebagai dasarnya, pada umumnya adalah merupakan suatu kebutuhan yang sungguh-sungguh nyata.
4.  Ruang lingkup Basyarnas adalah semua lembaga keuangan, industry, jasa dan lain-lain yang dalam operasinya menggunakan system syariah.
Ada beberapa alasan para pihak memeilih menyelesaikan sangketa melalui arbitrase dan tidak menggunakan badan peradilan umum, adalah sebagai berikut :
1.    Kepercayaan dan keamanan Arbitrase memberikan kebebasan dan otonomi yang sangat luas bagi para pedagang,pengusaha dan investor, dan juga memberikan rasa aman terhadap keadaan tidak menentu dan ketidakpastian sehubungan system hokum yang berbeda.
2.   Keahlian Arbiter, para pihak yang bersangketa mempunyai kepercayaan yang besar terhadap keahlian arbiter dalam menyelesaikan sangketa mereka karena para arbiter adalah orang yang ahli dalam fiqh, hukum ekonomi dll.
3.   Cepat dan hemat biaya dalam pengambilan keputusannya pada basayrnas relative lebih cepat dibandingkan pada pengadilan umum dan biaya lebih hemat.
4.   Bersifat rahasia, Arbitrase bersifat tertutup karena berlangsunng di lingkungan pribadi dan tidak umum.
5.   Bersifat non preseden, dalam system hukum prinsip preseden mempunyai pengaruh penting.Dalam keputusan arbitrase umumnya tidak memiliki atau sifat preseden. Kerena untuk perkara yang sama bisa saja dihasilkan keputusan yang berbeda.
6.   Kepekaan arbiter, yang membedakan antara Basyarnas dan pengadilan umum lainnya adalah kepekaan atau kearifan dari arbiter terhadap perangkat peraturan yang kan diterapkan arbiter terhadap perkara-perkara yang ditangani.
7.   Pelaksanaan keputusan, keputusan arbitrase mungkin lebih mudah dilaksanakan daripada keputusan pengadailan hal ini disebabkan kerena keputusan arbitrase bersifat final.

Visi dan Misi BASYARNAS

Visi
1.    Sebagai lembaga hakam yang amanah dan terpercaya dalam menyelesaikan sangketa muamalah (perdata) berdasarkan syariah.
2.   Terwujudnya msyarakat yang adil dan sejahtera dalam pranata hokum,ekonomi, social, budaya yang islami.

Misi
1.    Menyelesaikan secara adil dan cepat sangketa muamalah  ( perdata) dalam bidang perdagangan, keuangan, industry, jasa dan lain-lain.
2.   Memberikan pendapat yang mengikat atas permintaan para pihak tampa adanya suatu sangketa mengenai persoalan tertentu dalam suatu perjanjian.

Sengketa Bank Syariah
            Pada produk musyarakah, sengketa mungkin terjadi karena masing-masing pihak merasa mitranya tidak jujur, tidak profesional, tidak produktif, tidak efisien atau tidak maksimal menjalankan usaha bersama sehingga terjadi kerugian. Apabila terjadi sengketa syariah, maka berdasarkan penjelasan Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006, lembaga yang berwenang mengadilinya adalah pengadilan agama. Meskipun demikian, ada kemungkinan sengketa perbankan syariah tidak di ajukan ke pengadilan agama, hal ini terjadi apabila dalam perjanjian atau akad produk tersebut telah menyebutkan bahwa ditentukannya lembaga-lembaga lain atau cara lain yang akan menyelesaikan sengketa. Keadaan tersebut sejalan dengan ketentuan Pasal 1338 KUHP Perdata tentang kebebasan berkontrak.
Secara khusus untuk sengketa yang terdapat dalam perbankan syariah dan lembaga-lembaga ekonomi syariah pada umumnya ditangani oleh lembaga penyelesai sengketa di luar pengadilan negeri terutama adalah melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas). Dengan demikian, litigasi atau penyelesaian sengketa melalui gugatan di pengadilan bukan satu-satunya lembaga atau cara yang dapat menyelesaikan sengketa sebab tersedia beberapa alternatif untuk menyelesaikan perkara di luar pengadilan, yakni arbitrase dan Alternative Dispute Resolution.

Penyelesaian Sengketa Bank Syariah
Pada awalnya, yang menjadi kendala hukum bagi penyelesaian sengketa perbankan syariah adalah hendak dibawa kemana penyelesaiannya, karena pengadilan negeri tidak enggunakan syariah sebagai landasan hukum bagi penyelesaian perkara sedangkan wewenang pengadilan saat itu menurut UU No. 7 Tahun 1989 hanya terbatas mengadili perkara perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, dan sadakah sehingga penyelesaian sengketa perrbankan syariah saat ini dapat dilakukan melalui metode nonlitigasi.
Pada prinsipnya, penegakan hukum hanya dilakukan oleh kekuasaan kehakiman (judicial power) yang secara konstitusional lazi dsebut badan yudikatif (Pasal 24 UUD 1945). Dengan demikian, maka yang berwenang memeriksa dan mengadili sengketa hanya badan peradilan yang bernaung di bawah kekuasaan kehakiman yang berpuncak di mahkamah Agung. Pasal 2 UUNo. 14 Tahun 1970 secara tegas menyatakan bahwa yang berwenang dan berfungsi melaksanakan peradian hanya badan-badan peradilan yang dibentuk berdasarkan undang-undang. Di luar itu tidak dibenarkan karena tidak memenuhi syarat foral dan official serta bertentangan dengan prinsip under the authority of law. Namun berdasarkan Pasal 181, 1855, dan 1858 KUHPerdata, penjelasan Pasal 3 UU No. 14 Tahun 1970 serta UU No. 30 Thun 1999 tentang Arbitrase dan ADR, maka terbuka kemungkinan para pihak menyelesaikan sengketa dengan menggunakan lembaga selain pengadilan (nontiligasi) seperti arbitrase atau perdamaian (islah). Penyelesaian sengketa melalui jalur nonlitigasi di atur dalam satu pasal, yakni Pasal 6 UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Contoh Permasalahan yang dapat Diselesaikan oleh BASYARNAS
Contoh perkara yang dapat diselesaikan oleh BASYARNAS seperti sengketa muamalat (perdata) yang timbul dalam bidang perdagangan, keuangan, industri, jasa dan lan-lain secara adil dan cepat.
Contoh perkara yang diselesaikan Basyarnas : Perkara kredit macet antara seorang nasabah Bank dan Lembaga Bank. Akibat adanya kredit macet , maka nasabah menggugat Bank, atau dapat sebaliknya, Bank yang menggugat nasabahnya. Kemudian pihak yang menggugat mengajukan perkara tersebut ke BASYARNAS. Apabila perkara tersebut dapat diterima oleh BASYARNAS,maka para pihak harus mengikuti prosedur ataupun mekanisme yang telah ditentukan dan ditetapan oleh BASYARNAS. Cara yang dilakukan BASYARNAS untuk menyelesaikan perkara adalah sebagai berikut :

1.       Mediasi     : Musyawarah untuk  mufakat
2.       Sidang      : Mengeluarkan putusan
3.       Putusan     :Mengeluarkan putusan pada suatu perkara
Dalam penyelesaian suatu perkara di BASYARNAS, tidak hanya orang muslim saja yang bisa, melainkan orang non muslim juga dapat menyelesaikan perkaranya di BASYARNAS dengan syarat ia setuju penyelesaian masalahnya diselesaikan dengan syariat/ ajaran islam.

Sumber :

Komentar

Postingan Populer