Tugas 5. Kasus Mengenai Perselisihan Hak Cipta dan Royalty



Kasus Perebutan Hak Cipta “Si Unyil”



PERMASALAHAN
            Permasalahan dipicu oleh beberapa hal yang dirasa tidak sesuai dengan isi perjanjian tersebut, mulai dari dalam kurun waktu 5 tahun, Pak Raden atau Drs. Suyadi memang mendapat royalty 10% dari Unyi. Namun sejak tahun 2000, Pak Raden sudah tidak menerima apa-apa. Karena boneka Unyil ciptaannya sudah menjadi hak milik PPFN sepenuhnya. Berdasarkan pasal-pasal yang terkandung dalam perjanjian antara PFN dan Pak Raden selaku kreator dari tokoh si Unyil dalam perjanjian Nomor 139 / P.PFN / XII / 1995, terdapat kejanggalan yakni pada pasal 7. Perbedaan yang terlampir yakni perbedaan jangka waktu kepemilikan hak cipta PFN yang tanpa batas pada perjanjian yang sama. Hak cipta yang seharusnya kembali kepada Pak Raden 5 tahun kemudian setelah perjanjian pertama ditandatangani namun tetap diberikannya royalty atas tokoh dalam serial si Unyil selama jangka waktu itu. Pak Raden tidak mendapatkan royalty lagi semenjak perjanjian kedua. Perjanjian mengenai penyerahan hak cipta yang dibuat pada tanggal 14 Desember 1995 dan berlaku selama 5 tahun itu, seharusnya sudah berakhir tanggal 14 Desember 2000, tetapi pihak PFN berpendapat bahwa hak cipta tetap ada pada PFN untuk selamanya. Begitu pula pendaftaran tokoh-tokoh si Unyil ke Departeman kehakiman oleh PFN. PFN menganggap, Pak Raden tidak memiliki hak lagi atas tokoh-tokoh ciptannya untuk selamanya.
            Diduga uang mengalir ke kocek pihak lain, bukan ke Pak Raden. Karen itu Pak Raden berharap agar dia memegang kembali kepemilikan hak cipta Si Unyil.

PEMBAHASAN
            Pada tahun 1998 Pak Raden menyerahkan ‘hak ciptanya’ kepada PFN. Kemudian pada tahun 1999 pihak PFN mendaftarkannya ke HAKI atas nama PFN. Sehingga sebelum adanya penyerahan ke PFN, Pak Raden belum pernah mendaftarkan Hak Cipta itu ke HAKI hingga akhirnya dipatenkan oleh PFN. Dikatakan bahwa PFN menjadi pemegang hak cipta yang sah atas 11 karakter dalam tokoh si Unyil, karena telah adanya penandatanganan Pak Raden selaku kreator dan ke-11 tokoh si Unyil pada 23 Desember 1998. Namun penandatanganan perjanjian tersebut seolah menjadi keuntungan sendiri bagi pihak PFN mengingat seharusnya Pak Raden tetap mendapatkan haknya selaku pencipta tokoh-tokoh dalam karakter si Unyil tersebut, namun hal itu tidak terjadi sama sekali. Tidak didaftarkannya ha cipta atas tokoh si Unyil oleh Pak Raden kepada Direktorat Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) menjadi konsentrasi pemecahan masalah hak cipta ini. Namun meski begitu hak intelektual tetap berada di tangan Pak Raden. Hak cipta merupakan hak yang mendapat perlindungan kuat meskipun tidak didaftarkan ke Ditjen HAKI. Rezim hukum yang berlaku telah memberikan perlindungan terhadap suatu ciptaan yang telah lahir dan memenuhi syarat seperti ciptaan Pak Raden yakni boneka tokoh cerita Unyil. Hak cipta merupakan ‘hak untuk menyalin suatu ciptaan’. Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
            UU Hak Cipta No 19 Tahun 2002, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1, Poin 2 menyebutkan bahwa: ‘Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secar bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pridbadi’.
            Kemudian seperti berbunyi pada pasal 1 ayat 4 dalam UU nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta, yakni: ‘Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut’.
            Pihak PPFN sebaliknya mengajukan permohonan pendaftaran hak cipta kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI). Surat Penerimaan permohonan pendaftaran tersebut diterima pada 15 Januari 1999 oleh pihak PPFN dari Direktorat Jenderal Hak Cipta Paten dan Merek Departemen Kehakiman atas 11 tokoh itu.
            Pelanggaran perjanjian atas hak royalty yang seharusnya diberikan kepada Pak Raden selaku kreator tokoh si Unyil dan kawan-kawan dari pihak PFN seharusnya dapat dituntut oleh pihak Pak Raden selaku pencipta karya intelektualnya. Sesuai perjanjian yang terdapat dalam perjanjian Nomor 139 / P.PFN / XII / 1995 dalam pasal 2, 3 dan 4, pihak Pak Raden selaku penciptanya seharusnya mendapatkan royalty seperti yang tertera namun pada kenyataannya royalty tersebut tidak diterima sepeserpun oleh pihak Pak Raden.
            Pihak PFN juga seharusnya dapat dituntut sebagaimana telah melanggar pemberian royalty sesuai dengan pasal 45 UU no 19 tahun 2002 pada ayat 3 dan 4 berbunyi: ‘(3) Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanaan pembuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disertai dengan kewajiban pemberian royalty kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi. (4) Jumlah royalty yang wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi’.
            Pak Raden juga mengalami kerugian atas Hak moral yang mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan penciptanya, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.
            Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep ‘hak ekonomi’ dan ‘hak moral’. Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dihilangka dengan alas an apapun, walaupun hak cipta  atau hak terkait telah dialihkan.
            Pada pelaksanaan hak moral yakni pencatuman nama pencipta pada karya atau ciptaan dalam kasus ini yakni pencatuman nama Pak Raden atas karya si Unyil walaupun hak cipta atas ciptaan tersebut dijual maupun dimanfaatkan oleh pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24-26 Undang-undang Hak Cipta.

PROSES PENYELESAIAN SENGKETA
            VIVAnews – Kuasa hokum Drs. Suyadi atau lebih dikenal dengan sosok Pak Raden, Dwiyanto Prihartono, menegaskan pilihan penyelesaian konflik hak cipta Si Unyil lewat pengadilan hanya akan ditempuh jika cara musyawarah tak ditanggapi pihak Perum Perusahaan Film Negara (PFN) dan mengatakan, ‘Kami akan menyimpan terlebih dahulu upaya penyelesaian yang bersifat konflik di pengadilan sepanjang belum diperlukan’. Ujar Dwiyanto saat dihubungi VIVAnewa.com, Rabu, 25 April 2012.
            Menurut Dwiyanto, Pak Raden sebetulnya menginginkan jalan musyawarah dengan pihak Perum PFN dalam menyelesaikan masalah hak cipta Si Unyil. Walaupun diakui klienya itu sudah sejak tahun 1995 tidak mendapat hasil dari hak ciptanya. Dwiyanto mengakui pihaknya saat ini masih mengatur jadwal pertemuan dengan pihak Perum PFN untuk menggelar musyawarah tersebut. Langkah musyawarah itu dianggap berdampak positif pihak lain.
            Namun, langkah musyawarah yang diajukan pihak Pak Raden sangat tergantung pada ada tidaknya itikad baik dari pihak yang mengadakan perjanjian dengan Pak Raden.
            Dwiyanto juga mengungkapkan pihaknya telah bertemu dengan Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum dan HAM untuk membeberkan masalah hak cipta Si Unyil yang memicu persoalan Pak Raden dan Perum PFN.
            Dalam kesempatan itu, Pak RAden hadir didampingi Tim Advokasi dan Konsultan melakukan pertemuan yang berlangsung 2 jam itu dihadiri oleh Dirjen HAKI bersama sekretaris Dirjen, Direktur Hak Cipta, Direktur Kerjasama, Direktur Merek, dan Direktur Teknologi Informasi.
            Pak Raden untuk jangka waktu yang lama hidup dalam keadaan yang memprihatinkan di kediaman kakaknya di Kawasan Petamburan, Jakarta. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, ia melukis dan menjual hasil karyanya itu. Selama ini, sejumlah anak buahnya, yang sudah mengikuti sejak 1980-an, juga turut membantu membuat boneka dari tokoh yang diambil dari serial Si Unyil, sebagian dari boneka dan lukisan tersebut dikomersilkan.

AKHIR SENGKETA
            Pada tanggal 15 April 2014 menjadi hari bersejarah bagi Si Unyil. Setelah sebelumnya terjadi sengketa mengenai masalah royalty, akhirnya Pak Raden dan Perum PFN telah mencapai kata sepakat dalam hal penanganan dan royalty atas Brand Si Unyil. Kedua belah pihak merespon himbauan Dirjen HAKI dalam proses penyelesaian sengketa, yaitu dengan menggunakan cara out of court settlement (di luar pengadilan) dalam rangka mencapai hasil maksimal dengan tetap mempertahankan aspek manfaat dan ekonomi selain aspek moral atas suatu ciptaan. Kesepakatan baru ini terjalin antara kedua belah pihak dalam Perjanjian Lisensi yang sudah ditandatangani bersama pada hari Selasa, 15 April 2014.
            Atas dasar kesadaran kedua belah pihak yang ingin kembali menghadirkan karakter Si Unyil ditengah masyarakat Indonesia khususnya bagi anak bangsa. Sebelumnya perjanjian lisensi yang telah disepakati antara lain : Pak Raden memberikan kepercayaan kepada PFN untuk mengelola hak ekonomi karakter Si Unyil selama 10 tahun. Babak baru kesepakatan antara Pak Raden dan PFN ini otomatis akan membuka peluang untuk menghidupkan kembali Si Unyil dalam bentuk karya kreatif.
            Kesepakatan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak pada 25 April 2015 berhasil merubah segalanya. Pak Raden sepakat untuk berjalan beriringan dengan PFN untuk menghadirkan kembali karakter Unyil sebagai asset penting bangsa, khususnya bagi dunia anak-anak.

SUMBER : 

Komentar

Postingan Populer